I just found
this story; a dialogue between mother and her teenage daughter. This story is
pretty long, but such a good story that every girl should read. Just make a
glass of hot chocolate (like I did) and start reading! So here it is.. Take
your time :)
Seorang
perempuan muda bertanya kepada ibunya.
Ibu, lelaki sejati itu seperti apa?
Ibu, lelaki sejati itu seperti apa?
Ibunya terkejut. Ia memandang takjub pada anak
yang di luar pengamatannya sudah menjadi gadis jelita itu. Terpesona, karena
waktu tak mau menunggu. Rasanya baru kemarin anak itu masih ngompol di
sampingnya sehingga kasur berbau pesing. Tiba-tiba saja kini ia sudah menjadi
perempuan yang punya banyak pertanyaan.
Sepasang matanya yang dulu sering belekan itu,
sekarang bagai sorot lampu mobil pada malam gelap. Sinarnya begitu tajam.
Sekelilingnya jadi ikut memantulkan cahaya. Namun jalan yang ada di depan hidungnya
sendiri, yang sedang ia tempuh, nampak masih berkabut. Hidup memang sebuah
rahasia besar yang tak hanya dialami dalam cerita di dalam pengalaman orang
lain, karena harus ditempuh sendiri.
Kenapa kamu menanyakan itu,
anakku?
Sebab aku ingin tahu.
Dan sesudah tahu?
Aku tak tahu.
Wajah gadis itu menjadi merah. Ibunya paham,
karena ia pun pernah muda dan ingin menanyakan hal yang sama kepada ibunya,
tetapi tidak berani. Waktu itu perasaan tidak pernah dibicarakan, apalagi yang
menyangkut cinta. Kalaupun dicoba, jawaban yang muncul sering menyesatkan.
Karena orang tua cenderung menyembunyikan rahasia kehidupan dari anak-anaknya
yang dianggapnya belum cukup siap untuk mengalami. Kini segalanya sudah
berubah. Anak-anak ingin tahu tak hanya yang harus mereka ketahui, tetapi
semuanya. Termasuk yang dulu tabu. Mereka senang pada bahaya.
Setelah menarik napas, ibu itu mengusap kepala putrinya dan berbisik.
Setelah menarik napas, ibu itu mengusap kepala putrinya dan berbisik.
Jangan malu, anakku. Sebuah
rahasia tak akan menguraikan dirinya, kalau kau sendiri tak penasaran untuk
membukanya. Sebuah rahasia dimulai dengan rasa ingin tahu, meskipun sebenarnya
kamu sudah tahu. Hanya karena kamu tidak pernah mengalami sendiri,
pengetahuanmu hanya menjadi potret asing yang kamu baca dari buku. Banyak orang
tua menyembunyikannya, karena pengetahuan yang tidak perlu akan membuat hidupmu
berat dan mungkin sekali patah lalu berbelok sehingga kamu tidak akan pernah
sampai ke tujuan. Tapi ibu tidak seperti itu. Ibu percaya zaman memberikan kamu
kemampuan lain untuk menghadapi bahaya-bahaya yang juga sudah berbeda. Jadi ibu
akan bercerita. Tetapi apa kamu siap menerima kebenaran walaupun itu tidak
menyenangkan?
Maksud Ibu?
Lelaki sejati anakku, mungkin
tidak seperti yang kamu bayangkan.
Kenapa tidak?
Sebab di dalam mimpi, kamu
sudah dikacaukan oleh bermacam-macam harapan yang meluap dari berbagai
kekecewaan terhadap laki-laki yang tak pernah memenuhi harapan perempuan. Di
situ yang ada hanya perasaan keki.
Apakah itu salah?
Ibu tidak akan bicara tentang
salah atau benar. Ibu hanya ingin kamu memisahkan antara perasaan dan pikiran.
Antara harapan dan kenyataan.
Aku selalu memisahkan itu.
Harapan adalah sesuatu yang kita inginkan terjadi yang seringkali bertentangan
dengan apa yang kemudian ada di depan mata. Harapan menjadi ilusi, ia hanya
bayang-bayang dari hati. Itu aku mengerti sekali. Tetapi apa salahnya
bayang-bayang? Karena dengan bayang-bayang itulah kita tahu ada sinar matahari
yang menyorot, sehingga berkat kegelapan, kita bisa melihat bagian-bagian yang
diterangi cahaya, hal-hal yang nyata yang harus kita terima, meskipun itu
bertentangan dengan harapan.
Ibunya tersenyum.
Jadi kamu masih ingat semua yang ibu katakan?
Jadi kamu masih ingat semua yang ibu katakan?
Kenapa tidak?
Berarti kamu sudah siap untuk
melihat kenyataan?
Aku siap. Aku tak sabar lagi
untuk mendengar. Tunjukkan padaku bagaimana laki-laki sejati itu.
Ibu memejamkan matanya. Ia seakan-akan
mengumpulkan seluruh unsur yang berserakan di mana-mana, untuk membangun sebuah
sosok yang jelas dan nyata.
Laki-laki yang sejati, anakku
katanya kemudian, adalah… tetapi
ia tak melanjutkan.
Adalah?
Adalah seorang laki-laki yang
sejati.
Ah, Ibu jangan ngeledek begitu,
aku serius, aku tak sabar.
Bagus, Ibu hanya berusaha agar
kamu benar-benar mendengar setiap kata yang akan ibu sampaikan. Jadi perhatikan
dengan sungguh-sungguh dan jangan memotong, karena laki-laki sejati tak bisa
diucapkan hanya dengan satu kalimat. Laki-laki sejati anakku, lanjut ibu sambil memandang ke depan, seakan-akan
ia melihat laki-laki sejati itu sedang melangkah di udara menghampiri
penjelmaannya dalam kata-kata.
Laki-laki sejati adalah…
Laki-laki yang perkasa?!
Salah! Kan barusan Ibu bilang,
jangan menyela! Laki-laki disebut laki-laki sejati, bukan hanya karena dia
perkasa! Tembok beton juga perkasa, tetapi bukan laki-laki sejati hanya karena
dia tidak tembus oleh peluru tidak goyah oleh gempa tidak tembus oleh garukan
tsunami, tetapi dia harus lentur dan berjiwa. Tumbuh, berkembang bahkan
berubah, seperti juga kamu.
O ya?
Bukan karena ampuh, bukan juga
karena tampan laki-laki menjadi sejati. Seorang lelaki tidak menjadi laki-laki
sejati hanya karena tubuhnya tahan banting, karena bentuknya indah dan
proporsinya ideal. Seorang laki-laki tidak dengan sendirinya menjadi laki-laki
sejati karena dia hebat, unggul, selalu menjadi pemenang, berani dan rela
berkorban. Seorang laki-laki belum menjadi laki-laki sejati hanya karena dia
kaya-raya, baik, bijaksana, pintar bicara, beriman, menarik, rajin sembahyang,
ramah, tidak sombong, tidak suka memfitnah, rendah hati, penuh pengertian,
berwibawa, jago bercinta, pintar mengalah, penuh dengan toleransi, selalu
menghargai orang lain, punya kedudukan, tinggi pangkat atau punya karisma serta
banyak akal. Seorang laki-laki tidak menjadi laki-laki sejati hanya karena dia
berjasa, berguna, bermanfaat, jujur, lihai, pintar atau jenius. Seorang
laki-laki meskipun dia seorang idola yang kamu kagumi, seorang pemimpin,
seorang pahlawan, seorang perintis, pemberontak dan pembaru, bahkan seorang
yang arif-bijaksana, tidak membuat dia otomatis menjadi laki-laki sejati!
Kalau begitu apa dong?
Seorang laki-laki sejati adalah
seorang yang melihat yang pantas dilihat, mendengar yang pantas didengar,
merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas
dibaca, dan berbuat yang pantas dibuat, karena itu dia berpikir yang pantas
dipikir, berkelakuan yang pantas dilakukan dan hidup yang sepantasnya dijadikan
kehidupan.
Perempuan muda itu tercengang.
Hanya itu?
Seorang laki-laki sejati adalah
seorang laki-laki yang satu kata dengan perbuatan!
Orang yang konsekuen?
Lebih dari itu!
Seorang yang bisa dipercaya?
Semuanya!
Perempuan muda itu terpesona. Apa yang lebih dari
yang satu kata dan perbuatan? Tulus dan semuanya? Ahhhhh! Perempuan muda itu
memejamkan matanya, seakan-akan mencoba membayangkan seluruh sifat itu
mengkristal menjadi sosok manusia dan kemudian memeluknya. Ia menikmati
lamunannya sampai tak sanggup melanjutkan lagi ngomong. Dari mulutnya terdengar
erangan kecil, kagum, memuja dan rindu. Ia mengalami orgasme batin.
Ahhhhhhh, gumannya terus seperti mendapat tusukan
nikmat. Aku jatuh cinta kepadanya dalam
penggambaran yang pertama. Aku ingin berjumpa dengan laki-laki seperti itu. Katakan
di mana aku bisa menjumpai laki-laki sejati seperti itu, Ibu?
Ibu tidak menjawab. Dia hanya memandang anak
gadisnya seperti kasihan. Perempuan muda itu jadi bertambah penasaran.
Di mana aku bisa berkenalan
dengan dia?
Untuk apa?
Karena aku akan berkata
terus-terang, bahwa aku mencintainya. Aku tidak akan malu-malu untuk
menyatakan, aku ingin dia menjadi pacarku, mempelaiku, menjadi bapak dari
anak-anakku, cucu-cucu Ibu. Biar dia menjadi teman hidupku, menjadi tongkatku
kalau nanti aku sudah tua. Menjadi orang yang akan memijit kakiku kalau
semutan, menjadi orang yang membesarkan hatiku kalau sedang remuk dan ciut.
Membangunkan aku pagi-pagi kalau aku malas dan tak mampu lagi bergerak. Aku
akan meminangnya untuk menjadi suamiku, ya aku tak akan ragu-ragu untuk
merayunya menjadi menantu Ibu, penerus generasi kita, kenapa tidak, aku akan
merebutnya, aku akan berjuang untuk memilikinya.
Dada perempuan muda itu turun naik.
Apa salahnya sekarang wanita
memilih laki-laki untuk jadi suami, setelah selama berabad-abad kami perempuan
hanya menjadi orang yang menunggu giliran dipilih?
Perempuan muda itu membuka matanya. Bola mata itu
berkilat-kilat. Ia memegang tangan ibunya.
Katakan cepat Ibu, di mana aku
bisa menjumpai laki-laki itu?
Bunda menarik nafas panjang. Gadis itu terkejut.
Kenapa Ibu menghela nafas
sepanjang itu?
Karena kamu menanyakan sesuatu
yang sudah tidak mungkin, sayang.
Apa? Tidak mungkin?
Ya.
Kenapa?
Karena laki-laki sejati seperti
itu sudah tidak ada lagi di atas dunia.
Oh, perempuan muda itu terkejut. Sudah tidak ada lagi?
Sudah habis.
Ya Tuhan, habis? Kenapa?
Laki-laki sejati seperti itu
semuanya sudah amblas, sejak ayahmu meninggal dunia.
Perempuan muda itu menutup mulutnya yang terpekik
karena kecewa.
Sudah amblas?
Ya. Sekarang yang ada hanya
laki-laki yang tak bisa lagi dipegang mulutnya. Semuanya hanya pembual.
Aktor-aktor kelas tiga. Cap tempe semua. Banyak laki-laki yang kuat, pintar,
kaya, punya kekuasaan dan bisa berbuat apa saja, tapi semuanya tidak bisa dipercaya.
Tidak ada lagi laki-laki sejati anakku. Mereka tukang kawin, tukang ngibul,
semuanya bakul jamu, tidak mau mengurus anak, apalagi mencuci celana dalammu,
mereka buas dan jadi macan kalau sudah dapat apa yang diinginkan. Kalau kamu
sudah tua dan tidak rajin lagi meladeni, mereka tidak segan-segan menyiksa
menggebuki kaum perempuan yang pernah menjadi ibunya. Tidak ada lagi laki-laki
sejati lagi, anakku. Jadi kalau kamu masih merindukan laki-laki sejati, kamu
akan menjadi perawan tua. Lebih baik hentikan mimpi yang tak berguna itu.
Gadis itu termenung. Mukanya nampak sangat
murung.
Jadi tak ada harapan lagi, gumamnya dengan suara tercekik putus asa. Tak ada harapan lagi. Kalau begitu aku patah hati.
Patah hati?
Ya. Aku putus asa.
Kenapa mesti putus asa?
Karena apa gunanya lagi aku
hidup, kalau tidak ada laki-laki sejati?
Ibunya kembali mengusap kepala anak perempuan itu, lalu tersenyum.
Ibunya kembali mengusap kepala anak perempuan itu, lalu tersenyum.
Kamu terlalu muda, terlalu
banyak membaca buku dan duduk di belakang meja. Tutup buku itu sekarang dan
berdiri dari kursi yang sudah memenjarakan kamu itu. Keluar, hirup udara segar,
pandang lagit biru dan daun-daun hijau. Ada bunga bakung putih sedang mekar
beramai-ramai di pagar, dunia tidak seburuk seperti yang kamu bayangkan di
dalam kamarmu. Hidup tidak sekotor yang diceritakan oleh buku-buku dalam
perpustakaanmu meskipun memang tidak seindah mimpi-mimpimu. Keluarlah anakku,
cari seseorang di sana, lalu tegur dan bicara! Jangan ngumpet di sini!
Aku tidak ngumpet!
Jangan lari!
Siapa yang lari?
Mengurung diri itu lari atau
ngumpet. Ayo keluar!
Keluar ke mana?
Ke jalan! Ibu menunjuk ke arah
pintu yang terbuka. Bergaul dengan masyarakat banyak.
Gadis itu termangu.
Untuk apa? Dalam rumah kan
lebih nyaman?
Kalau begitu kamu mau jadi
kodok kuper!
Tapi aku kan banyak membaca?
Aku hapal di luar kepala sajak-sajak Kahlil Gibran!
Tidak cukup! Kamu harus pasang
omong dengan mereka, berdialog akan membuat hatimu terbuka, matamu melihat
lebih banyak dan mengerti pada kelebihan-kelebihan orang lain.
Perempuan muda itu menggeleng.
Perempuan muda itu menggeleng.
Tidak ada gunanya, karena
mereka bukan laki-laki sejati.
Makanya keluar. Keluar sekarang
juga!
Keluar?
Ya.
Perempuan muda itu tercengang, suara ibunya
menjadi keras dan memerintah. Ia terpaksa meletakkan buku, membuka earphone
yang sejak tadi menyemprotkan musik R & B ke dalam kedua telinganya, lalu
keluar kamar.
Matahari sore terhalang oleh awan tipis yang
berasal dari polusi udara. Tetapi itu justru menolong matahari tropis yang
garang itu untuk menjadi bola api yang indah. Dalam bulatan yang hampir
sempurna, merahnya menyala namun lembut menggelincir ke kaki langit. Silhuet
seekor burung elang nampak jauh tinggi melayang-layang mengincer sasaran. Wajah
perempuan muda itu tetap kosong.
Aku tidak memerlukan matahari,
aku memerlukan seorang laki-laki sejati,bisiknya.
Makanya keluar dari rumah dan
lihat ke jalanan!
Untuk apa?
Banyak laki-laki di jalanan.
Tangkap salah satu. Ambil yang mana saja, sembarangan dengan mata terpejam juga
tidak apa-apa. Tak peduli siapa namanya, bagaimana tampangnya, apa
pendidikannya, bagaimana otaknya dan tak peduli seperti apa perasaannya. Gaet
sembarang laki-laki yang mana saja yang tergapai oleh tanganmu dan jadikan ia
teman hidupmu!
Perempuan muda itu tecengang. Hampir saja ia mau
memprotes. Tapi ibunya keburu memotong..
Asal, lanjut ibunya dengan
suara lirih namun tegas, asal, ini yang terpenting anakku, asal dia benar-benar
mencintaimu dan kamu sendiri juga sungguh-sungguh mencintainya. Karena cinta,
anakku, karena cinta dapat mengubah segala-galanya.
Perempuan muda itu tercengang.
Dan lebih dari itu, lanjut ibu sebelum anaknya sempat
membantah,
lebih dari itu anakku, katanya dengan suara yang lebih lembut lagi
namun semakin tegas,
karena seorang perempuan,
anakku, siapa pun dia, dari mana pun dia, bagaimana pun dia, setiap perempuan,
setiap perempuan anakku, dapat membuat seorang lelaki, siapa pun dia, bagaimana
pun dia, apa pun pekerjaannya bahkan bagaimana pun kalibernya, seorang
perempuan dapat membuat setiap lelaki menjadi seorang laki-laki yang sejati! ***
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire